Rabu, 13 November 2013

DEFINISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

Beberapa ahli mengemukakan pengertian hukum ketenagakerjaan. Berikut adalah pendapat ahli tersebut:
v  Iman Soepomo : Hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.
v  Molenaar : hukum perburuhan adalah bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dan majikan, buruh dengan buruh, dan buruh dengan penguasa
v  Mr. Mok : hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan dibawah pimpinan orang lain dan dengan keadaan penghidupa yang langsung bergantung dengan pekerjaan itu.
v  M.G.Levenbach : Hukum Perburuhan adalah hukum yg berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan dibawah pimpinan dan dgn.keadaan yg langsung bersangkut paut dgn hubungan kerja itu.        
v  Menurut Daliyo : Hukum Perburuhan adalah himpunan peraturan baik yg tertulis maupun tidak tertulis yg mengatur hubungan kerja antara buruh dan majikan. Buruh bekerja pada dan dibawah majikan dgn mendapat upah sebagai balas jasanya.  
Dalam pemahaman Hukum Ketenagakerjaaan, dapat diketahuin Unsur-unsur hukum ketenagakerjaan : Unsur –Unsur itu adalah sebagai berikut:
·           Serangkaian peraturan yang berbentuk tertulis dan tidak tertulis
·           Mengatur tentang kejadian hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha atau majikan
·           Adanya orang bekerja pada dan dibawah orang lain, dengan mendapat upah sebagai balas jasa
·           Mengatur perlindungan pekerja/ buruh, meliputi masalah keadaan sakit, haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi pekerja/ buruh dsb    


Hukum Ketenagakerjaan yang mulanya disebut dengan hukum perburuhan, tidak saja menyangkut hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha, melainkan mengatur juga hubungan kerja seperti pra pekerja/sebelum bekerja dan purna kerja/setelah bekerja.
Dengan adanya istilah buruh yang merupakan istilah teknis saja yang kemudian berkembang menjadi istilah pekerja karena lebih sesuai dengan nilai dalam  kaidah ketenagakerjaan yaitu falsafah bangsa Indonesia yaitu Pancasila, dimana nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila ingin diterapkan dalam tata nilai hukum nasional sebagai perubahan tata nilai hukum warisan Hindia Belanda yang masih berlaku dalam hukum positif Indonesia.
Sebutan buruh akan masih memberikan suatu pengertian pada kelompok pekerja golongan bawah/pekerja kasar yang hanya bekerja dengan kekuatan fisik saja, sehingga orang-orang yang bekerja tidak dengan kekuatan fisik seperti bekerja di bidang administrasi merasa enggan disebut buruh.
Dari sejarah perburuhan dapat dicatat bahwa jaman feodal istilah buruh hanya digunakan untuk orang yang melakukan pekerjaan kasar seperti kuli, tukang, dan sejenisnya yang lebih dikenal dengan sebutan blue collar , sedangkan orang yang melakukan pekerjaan halus terutama yang mempunyai pangkat, dan sejenisnya dinamakan dirinya pegawai yang berkedudukan sebagai priyayi yang dikenal sebagai sebutan white collar. 
Memang yang diatur dalam hukum perburuhan mula-mula adalah golongan blue collar, sedangkan golongan white collar baru kemudian masuk hukum perburuhan, misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Buku III Bab 6 titel 4, dahulu satu-satunya bagian yang mengatur perburuhan, tapi hanya mengatur pelayan dan tukang. Baru mulai 1 Januari 1927 KUHPerdata Buku III Bab 7A mengatur masalah-masalah buruh, baik buruh kasar maupun halus.
Berdasarkan hal tersebut, pengertian hukum perburuhan hanya mengatur hubungan kerja antara buruh dan majikan dengan imbalan upah. Dan tidak mengatur pekerja diluar hubungan kerja (pra pekerja dan purna kerja).
Berdasarkan Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 Jo.Pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Disamping itu tenaga kerja merupakan tulang punggung pembangunan yang dalam ini adalah pertumbuhan industri, maka kegiatan yang dilakukan, akan  mengandung aspek hubungan sosial, hubungan hukum, dan hubungan antar dan inter organisasi yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban dan dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Rumusan pengertian Hukum Ketenagakerjaan tentu tidak jauh berbeda dengan pengertian hukum pada umumnya. Pengertian atau definisi sepanjang perkembangan jaman senantiasa mengikuti selera dan pandangan para ahli hukum di bidang ketenagakerjaan, sehingga tidak harus terpaku pada rumusan tertentu.
Dalam mewujudkan apa yang diuraikan diatas, diperlukan suatu sikap sosial yang mencerminkan persatuan nasional, kegotongroyongan, tenggang rasa, dan pengendalian diri. Disamping itu diperlukan sikap mental dari pelaku dalam proses produksi yaitu sikap saling menghormatai dan saling mengerti serta memahami hak dan kewajibannya masing-masing.
Hukum Ketenagakerjaan merupakan cakrawala baru bagi tenaga kerja khususnya, sehingga mereka tidak saja mengetahui ketentuan-ketentuan ketenagakerjan pada jaman dahulu, tetapi dapat melihat kenyataan yang ada dewasa ini dan dipergunakan dalam hubungan kerja.
Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dalam mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, merata baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam menjalankan visi diatas, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu.
Guna mencapai tujuan pembangunan itu diperlukan adanya rencana terpadu dan terukur sesuai dengan misinya. Dibidang peserikatan pekerja (Serikat Pekerja) visi dan misi itu jelas dinyatakan dalam UU No. 13 tahun 2003 yang dituangkan dalam pengertian sebagai berikut :
“Serikat Pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik diperusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.”
Dalam pelaksanaan visi dan misi itu, perlu ditetapkan sarana-sarananya secara jelas dan dapat dilaksanakan secara baik, konsisten, terencana dan terukur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar