Rabu, 13 November 2013

KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN

Yang dijelaskan dalam kebijakan ketenagakerjaan ini adalah hal-hal yang menyangkut :


A. LANDASAN, ASAS DAN TUJUAN
Landasan Pembangunan Ketenagakerjaan di Indonesia adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 diatur di Pasal 2.
Dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan perkembangan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri pekerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera, adil, makmur, merata baik materiil dan spiritual.
Sedangkan asas pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas dasar keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Diatur dalam Pasal 3.
Asas pembangunan ketenagakerjaan tersebut pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional khususnya asas Demokrasi Pancasila serta asas adil dan merata.
Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak yaitu antara Pemerintah, pengusaha dan pekerja. Oleh karena itu pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerja sama yang saling mendukung.
Tujuan pembangunan ketenagakerjaan diatur dalam pasal 4 yang menjelaskan :
a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi.
b. Mewujudkan pemerataan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.
c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan.
d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.


B. KESEMPATAN DAN PERLAKUAN YANG SAMA
Diatur dalam pasal 5 dan 6 yang merupakan sebagian dari hak dasar pekerja (hak dasar pertama dan kedua).
Pasal 5 berbunyi sebagai berikut :
“Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.”


Kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tersebut tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat.
Demikian juga pada Pasal 6 yang berbunyi :
“Setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.”


Pengusaha harus memberikan hak dan kewajiban pekerja tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit dan aliran politik.


C. PERENCANAAN TENAGA KERJA DAN INFORMASI KETENAGA-KERJAAN
PERENCANAAN KETENAGAKERJAAN :
Diatur dalam Pasal 7 yang berisi antara lain :
1. Pemerintah menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan tenaga kerja.
Perencanaan tenaga kerja yang disusun dan ditetapkan oleh pemerintah tersebut dilakukan melalui pendekatan perencanaan tenaga kerja nasional, daerah dan sektoral.
2. Perencanaan tenaga kerja meliputi :
a. Perencanaan tenaga kerja makro.
Yang dimaksud dengan perencanaan tenaga kerja makro adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis yang memuat pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan produktif guna mendukung pertumbuhan ekonomi, sosial baik secara nasional, daerah maupun sektoral, sehingga dapat membuka kesempatan kerja seluas-luasnya, meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan kesejahteraan pekerja.
b. Perencanaan tenaga kerja mikro
Yang dimaksud dengan perencanaan tenaga kerja mikro adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis dalam suatu instansi, baik instansi pemerintah maupun swasta dalam rangka meningkatkan pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan produktif untuk mendukung pencapaian kinerja yang tinggi pada instansi/perusahaan yang bersangkutan.
3. Dalam penyesuaian kebijakan, strategi dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan, pemerintah harus berpedoman pada perencanaan tenaga kerja makro dan mikro.


INFORMASI KETENAGAKERJAAN :
Informasi ketenagakerjaan dikumpulkan dan diolah sesuai dengan maksud disusunnya perencanaan tenaga kerja nasional, perencanaan tenaga kerja daerah, propinsi atau kabupaten/kota.
Dalam hal ini partisipasi swasta diharapkan dapat memberikan informasi ketenagakerjaan.
Informasi ketenagakerjaan ini diatur dalam pasal 8 yang antara lain meliputi :
a. Penduduk dan tenaga kerja.
b. Kesempatan kerja.
c. Pelatihan kerja termasuk kompetensi kerja.
d. Produktivitas tenaga kerja.
e. Hubungan industrial.
f. Kondisi lingkungan kerja.
g. Pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja.
h. Jaminan sosial tenaga kerja.
D. PELATIHAN KERJA
Diatur dalam Pasal 9 yang menjelaskan bahwa pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas kesejahteraan.
Yang dimaksud dengan peningkatan kesejahteraan adalah kesejahteraan bagi tenaga kerja yang diperoleh karena terpenuhinya kompetensi kerja melalui pelatihan kerja.
Pasal 10 menjelaskan bahwa :
1. Pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.
2. Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada standar kompetensi kerja.
(Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan).
3. Pelatihan kerja dapat dilakukan secara berjenjang.
Jenjang pelatihan kerja pada umumnya terdiri atas tingkat dasar, terampil dan ahli.
4. Ketentuan tentang tata cara penetapan standar kompetensi kerja diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 11 yang merupakan hak dasar pekerja yang ketiga menetapkan bahwa :
“Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/ atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya melalui pelatihan kerja”.


Pasal 12 menjelaskan bahwa :
1. Pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi pekerjanya melalui pelatihan kerja.
2. Ketentuan tersebut diatas diwajibkan bagi pengusaha yang memenuhi persyaratan yang diatur dengan Keputusan Menteri.
3. Setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya.
Penyelenggara pelatihan kerja seperti yang diatur dalam Pasal 13 adalah:
a. Lembaga pelatihan kerja pemerintah.
b. Lembaga pelatihan kerja swasta.
c. Kerja sama kedua lembaga tersebut.
Pekerja yang mendapat pelatihan dapat memilih tempat pelatihan ditempat pelatihan atau ditempat ia bekerja di perusahaan.
Sesuai dengan ketentun Pasal 14 lembaga pelatihan swasta dapat berbentuk badan hukum Indonesia atau perorangan. Disamping itu wajib memperoleh izin atau mendaftar ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota.
Sedangkan lembaga pelatihan yang diselenggarakan pemerintah mendaftarkan kegiatannya pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota.
Ketentuan tentang tata cara perizinan dan pendaftaran baik lembaga pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Penyelenggara pelatihan kerja wajib memenuhi persayaratan seperti yang diatur dalam Pasal 15 yakni :
a. Tersedianya tenaga kepelatihan.
b. Adanya kurikulum yang sesuai dengan tingkat pelatihan.
c. Tersedianya sarana dan prasarana pelatihan kerja.
d. Tersedianya dana bagi keberlangsungan kegiatan penyelenggaraan pelatihan kerja.
Lembaga pelatihan kerja swasta yang telah memperoleh izin dari lembaga pelatihan kerja pemerintah yang telah terdaftar dapat memperoleh akreditasi dari lembaga akreditasi.
Lembaga akreditasi tersebut bersifat independen terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah.
Pelaksanaan penyelenggaraan pelatihan kerja dapat dihentikan untuk sementara oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/ Kota, apabila ternyata dalam pelaksanaanya :
a. Penyelenggaraan pelatihan tidak sesuai dengan arah pelatihan yang digunakan untuk membekali, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan pekerja.
b. Penyelenggara pelatihan kerja tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan pada Pasal 15 tersebut di atas.
Bagaimanakah ketentuan bagi tenaga kerja setelah mengikuti pelatihan kerja ?
Seperti yang diatur dalam Pasal 18, setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah atau swasta, tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja.
Pengakuan kompetensi kerja di lakukan dengan pemberian sertifikasi kompetensi kerja yang diberikan oleh badan nasional sertifikasi profesi yang independen.
Pelatihan kerja juga dapat diberikan kepada penyandang cacat yang dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, derajat kecacatan dan kemampuan tenaga kerja penyandang cacat yang bersangkutan, seperti diatur dalam Pasal 19.
Pengaturan pelatihan kerja bagi penyandang cacat ini melengkapi pengaturan sebelumnya yakni Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat dan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1998 tentang upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.
Melalui Pasal 21 dapat diketahui bahwa pelatihan kerja dapat diselenggarakan dengan sistem pemagangan seperti yang diatur dalam Pasal 22 yakni :
a. Pemagangan dilaksanakan atas dasar perjanjian pemagangan antara peserta dengan pengusaha yang dibuat secara tertulis.
b. Perjanjian tersebut memuat sekurang-kurangnya hak dan kewajiban peserta dan pengusaha serta jangka waktu pemagangan.
c. Jika pelaksanaan pemagangan tidak sesuai dengan perjanjian pemagangan, maka dianggap tidak sah dan status peserta berubah menjadi pekerja perusahaan yang bersangkutan.
Hak peserta pemagangan anatara lain :
- Mendapat uang saku atau uang transport.
- Mendapat jaminan sosial tenaga kerja.
- Mendapat sertifikat bila peserta lulus diakhir program.
Hak pengusaha antara lain :
- Mendapat jasa dari peserta pemagangan.
- Merekrut pemagang sebagai pekerja bila memenuhi syarat.
Kewajiban peserta magang antara lain :
- Menaati perjanjian pemagangan.
- Mengikuti tata tertib program pemagangan/perusahaan.
Kewajiban pengusaha antara lain :
- Menyediakan uang saku/uang transport.
- Menyediakan fasilitas pelatihan.
- Menyediakan instruktur, perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja.
Pemagangan dapat dilakukan di perusahaan sendiri atau ditempat penyelenggaraan pelatihan kerja atau perusahaan lain baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia.
Pemagangan yang dilakukan di luar wilayah Indonesia wajib mendapat ijin dari Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk. Disamping itu penyelenggara pemagangan harus berbentuk badan hukum Indonesia dan akan diatur dengan keputusan Menteri.
Contoh pemagangan yang diadakan di luar wilayah Indonesia adalah pemagangan ke Jepang. Melalui Keputusan Menteri No. 23/MEN/2001 tanggal 22 Pebruari 2001 diadakan kesepakatan kerjasama antara Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia dengan The Association International Manpower Development of Medium and Small Interprises Japan (IMM Japan).
Sesuai ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13. Tahun 2001 Pasal 26, penyelenggaraan pemagangan di luar wilayah Indonesia harus memperhatikan :
a. Harkat dan martabat bangsa Indonesia.
b. Penguasaan kompetensi yang lebih tinggi.
c. Perlindungan dan kesejahteraan peserta pemagangan termasuk melaksanakan ibadahnya.


E. PENEMPATAN TENAGA KERJA
Diatur dalam Pasal 31 yang merupakan hak dasar pekerja yang keempat yang berbunyi :
“Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memiliki, mandapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.”



Penempatan tenaga kerja di laksanakan berdasarkan :
a. Asas terbuka
Memberikan informasi kepada pencari kerja secara iklas yang berkaitan dengan jenis pekerjaan, jam kerja, besarnya upah.
b. Asas bebas
Pencari kerja bebas memilih jenis pekerjaan dan pemberi kerja bebas memilih tenaga kerja.
c. Asas Objektif
Pemberi kerja agar menawarkan pekerjaan yang cocok kepada pencari kerja sesuai dengan kemampuan dan persyaratan jabatan yang dibutuhkan dan harus memperhatikan kepentingan umum dan tidak memihak pada kepentingan pihak tertentu.
d. Asas adil dan setara tanpa diskriminasi :
Penempatan tenaga kerja dilakukan berdasarkan kemampuan tenaga kerja dan tidak didasarkan atas ras, jenis kelamin, warna kulit, agama dan aliran politik.
Arah penempatan tenaga kerja :
Sesuai dengan prinsip “The Right Man On The Right Place” yakni penempatan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, ketrampilan, bakat, minat dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi dan perlindungan hukum.
Penempatan tenaga kerja dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah.
Macam penempatan tenaga kerja
Penempatan tenaga kerja terdiri dari :
a. Penempatan tenaga kerja di dalam negeri.
b. Penempatan tenaga kerja di luar negeri.
Penempatan tenaga kerja di luar negeri diatur dengan Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Perekrutan tenaga kerja yang di tempatkan di luar negeri tersebut dapat dilakukan oleh pemberi kerja atau oleh pelaksana penempatan tenaga kerja.
Pemberi kerja dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.
Pelaksana penempatan tenaga kerja dalam hal ini wajib memberikan perlindungan sejak recruitmen sampai penempatan kerja.
Selain itu pelaksana penempatan tenaga kerja juga memberikan pelayanan penempatan kerja tersebut.
Pelayanan penempatan kerja tersebut bersifat terpadu dalam satu sistem penempatan yang meliputi unsur-unsur :
a. pencari kerja;
b. lowongan pekerjaan;
c. informasi pasar kerja;
d. mekanisme antar kerja;
e. kelembagaan penempatan tenaga kerja.




Pelaksana penempatan tenaga kerja terdiri dari :
a. Instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketengakerjaan.
b. Lembaga swasta yang berbadan hukum
Lembaga swasta ini wajib memiliki izin tertulis dari Menteri/ pejabat yang ditunjuk.


F. PERLUASAN KESEMPATAN KERJA
Dalam hal ini pemerintah secara bersama-sama dengan masyarakat mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, namun yang bertanggung jawab dalam perluasan kesempatan kerja ini adalah pemerintah.
Guna menunjang kegiatan tersebut, semua kebijakan pemerintah baik di pusat maupun di daerah di setiap sektor diarahkan untuk mewujudkan perluasan kesempatan kerja.
Lembaga keuangan baik perbankan maupun non perbankan dan dunia usaha perlu membantu dan memberikan kemudahan bagi setiap kegiatan masyarakat yang dapat menciptakan atau mengembangkan perluasan kesempatan kerja.
Perluasan kesempatan di luar hubungan kerja dilakukan melalui pendayagunaan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi tepat guna.
Penciptaan perluasan kesempatan kerja tersebut diatas dilaksanakan dengan pola pembentukan dan pembinaan tenaga kerja mandiri, penerapan sistem padat karya, penerapan teknologi tepat guna dan pendayagunaan tenaga kerja sukarela atau pola lain yang dapat mendorong terciptanya perluasan kesempatan kerja.
Pengawasan perluasan kesempatan kerja tersebut di atas dilakukan oleh pemerintah.
Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas dapat dibentuk badan koordinasi yang beranggotakan unsur pemerintah dan unsur masyarakat.
Ketentuan tentang perluasan kesempatan kerja tersebut dapat diketahui dalam Pasal 39, 40 dan 41 Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.


G. PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
Diatur dalam Pasal 42 – 49 Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003.
Sayarat-syarat yang dibutuhkan bagi pemberi kerja yang mempekerja-kan tenaga kerja asing adalah :
a. Memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
b. Pemberi kerja perorangan dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing.
c. Ijin tidak diwajibkan bagi perwakilan negara asing yang menggunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik/konsuler.
d. Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.
e. Tenaga kerja asing yang bekerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu yang masa kerjanya habis dan tidak dapat diperpanjang dapat digantikan oleh tenaga kerja asing lainnya.
Pentingnya pemberian izin penggunaan tenaga kerja asing dimaksudkan agar penggunaan tenaga kerja asing dilaksanakan secara selektif dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja Indonesia secara optimal.
Selain persyaratan tersebut di atas pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memenuhi kewajiban sebagai berikut :
a. Harus memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Rencana penggunaan tenaga kerja asing tersebut merupakan persyaratan untuk mendapatkan izin kerja (IKTA).
b. Rencana penggunaan tenaga kerja asing sekurang-kurangnya memuat :
- Alasan penggunaan tenaga kerja asing.
- Jabatan/kedudukan tenaga kerja asing dalam struktur organisasi perusahaan.
- Jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing.
c. Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku.
d. Menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing.
e. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing.
f. Wajib menaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompensasi yang berlaku.
Yang dimaksud dengan standar kompetensi adalah kualifikasi yang harus dimiliki oleh tenaga kerja asing antara lain pengetahuan, keahlian, ketrampilan bidang tertentu dan pemahaman budaya Indonesia.
g. Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakan.
Kompensasi ini besarnya US$100 per bulan yang dibayar dimuka. Kewajiban membayar kompensasi dimaksudkan dalam rangka menunjang upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
h. Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib memulangkan tenaga kerja asing ke negara asalnya setelah hubungan kerja berakhir.
Larangan bagi tenaga kerja asing adalah menduduki jabatan yang mengurusi personalia/jabatan-jabatan tertentu.


H. PEMBINAAN
Diatur dalam Pasal 173 – 175 Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003.
Yang dimaksud dengan pembinaan dalam Pasal 173 ayat (1) ini adalah kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik untuk meningkatkan dan mengembangkan semua kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan.
Pembinaan ketenagakerjaan :
- Pemerintah melakukan pembinaan terhadap unsur-unsur dan kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan.
- Pembinaan tersebut dapat mengikutsertakan Organisasi Pengusaha, Serikat Pekerja, organisasi profesi terkait.
- Pembinaan dilaksanakan secara terpadu dan terkait.
Dalam rangka pembinaan ketenagakerjaan, pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja dan organisasi profesi terkait dapat melakukan kerja sama internasional di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
Pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada orang/lembaga yang telah berjasa dalam pembinaan ketenagakerjaan. Penghargaan tersebut dapat berupa piagam, uang atau bentuk lain.


I. PENGAWASAN
Diatur dalam Pasal 176 – 181 Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003.
Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan.
Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan diatur dengan keputusan Presiden.
Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota wajib menyampaikan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri.
Ketentuan pengawasan ketenagakerjaan tentang hak, kewajiban serta wewenang pegawai pengawas ketenagakerjaan menggunakan peraturan per Undang-undangan yang berlaku.
Pegawai pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib :
a. Merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan
b. Tidak menyalahgunakan kewenangannya.
Ketentuan mengenai persyaratan, penunjukan, hak dan kewajiban serta wewenang pegawai pengawas ketenagakerjaan diatur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Undang-Undang tersebut adalah Undang-Undang No. 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan.
Guna menjamin pelaksanaan pengaturan ketenagakerjaan diadakan suatu sistem pengawasan ketenagakerjaan yang berfungsi :
a. Mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum mengenai ketenagakerjan.
b. Memberi penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha dan tenaga kerja tentang hal-hal yang dapat menjamin pelaksanaan efektif dari pelaksanaan peraturan-peraturan ketenagakerjaan.
c. Melaporkan kepada yang berwenang tentang kecurangan dan penyelewengan dalam bidang ketenagakerjaan dan dalam peraturan perundangan.


J. PENYIDIKAN
Dalam Pasal 182 Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 dijelaskan bahwa penyidik dapat dilakukan oleh Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, dapat juga dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik PNS.
Penyidik PNS diberi wewenang khusus untuk :
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana ketenagakerjaan.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang/badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang/badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
d. Melakukan pemeriksaan/penyitaan bahan/barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
e. Melakukan pemeriksaan atas surat/dokumen lain tentang tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
g. Menghentikan penyidikan bila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan adanya tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.

K. SANKSI
Diatur dalam Pasal 183 – 190 Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003.
Bentuk sanksi :
a. Sanksi pidana.
b. Sanksi administrative.
Sanksi pidana penjara, kurungan atau denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha membayar hak-hak dan/atau ganti rugi kepada tenaga kerja.
Sanksi administratif dapat berupa :
a. Teguran.
b. Peringatan tertulis.
c. Pembatasan kegiatan usaha.
d. Pembekuan kegiatan usaha.
e. Pembatalan persetujuan.
f. Pembatalan pendaftaran.
g. Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi.
h. Pencabutan ijin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar