Rabu, 13 November 2013

PENGUPAHAN DAN JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

Tujuan pekerja melakukan pekerjaan adalah untuk mendapatkan penghasilan yang cukup untuk membiayai kehidupannya bersama keluarganya, yaitu penghasilan yang layak bagi kemanusiaan.
Penghasilan tadi dapat berupa upah yang diterimanya secara teratur dan berkala dan dapat pula berupa jaminan sosial.


A. U P A H
Kebijakan pemerintah terhadap upah pekerja diatur dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Kebijakan tersebut diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 88 yang berbunyi : “Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang meliputi :
a. Upah minimum.
b. Upah kerja lembur.
c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan.
d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya.
e. Upah karena menjlankan hak waktu istirahat kerja.
f. Bentuk dan cara pembayaran.
g. Denda dan potongan upah.
h. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah.
i. Struktur dan skala pengupahan proposional.
j. Upah untuk pembayaran pesangon.
k. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.


Upah minimum yang diatur dalam Pasal 89, terdiri dari :
a. Upah minimum berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten atau kota (UMP/UMK).
b. Upah minimum berdasarkan sektor wilayah propinsi atau kabupaten/kota.
Upah minimum ditetapkan oleh Gubernur dengan rekomendasi dari dewan Pengupahan Provinsi dan atau Bupati/Wali Kota.
Pasal 90 ayat (1) Menjelaskan bahwa pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah daripada Upah Minimum.
Pasal 90 ayat (2) Menjelaskan bahwa pengusaha yang tidak mampu membayar Upah Minimum dapat melakukan penangguhan.
Tata cara penangguhan pelaksanaan Upah Minimum diatur lebih lanjut dalam Kepeutusan Menteri No. 231 Tahun 2003.
Menurut Pasal 3 Keputusan Menteri tersebut dijelaskan bahwa :
a. Permohonan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum diajukan pengusaha kepada Gubernur melalui Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Provinsi paling lambat 10 hari sebelum tanggal berlakunya Upah Minimum.
b. Permohonan penangguhan di dasarkan atas kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan pekerja/serikat pekerja yang tercatat.
Pasal 93 ayat (1) Menjelaskan bahwa upah tidak dibayar bila pekerja tidak melakukan pekerjaan (AZAS NO WORK NO PAY).
Pasal 93 ayat (2) Menjelaskan bahwa ketentuan tersebut tidak berlaku dan pengusaha wajib membayar upah apabila ;
a. Pekerja sakit salama 12 bulan berturut-turut, dengan surat keterangan dokter.
b. Pekerja perempuan yang sakit pada hari 1 dan ke 2 pada saat haid, sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan.
c. Pekerja tidak masuk kerja karena pekerja menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia.
d. Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara.
e. Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
f. Pekerja bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan, tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.
g. Pekerja melaksanakan hak istirahat.
h. Pekerja melaksanakan tugas pekerja/serikat pekerja atas persetujuan pengusaha.
i. Pekerja melaksanakan tugas pendidikan dari peru-sahaan.
Pasal 93 ayat (3) Menjelaskan bahwa upah yang dibayarkan kepada pekerja yang sakit selama 12 bulan berturut-turut diatur sebagai berikut :
a. Untuk 4 bulan pertama, dibayar 100% x upah.
b. Untuk 4 bulan ke dua dibayar 75% x upah.
c. Untuk 4 bulan ke tiga dibayar 50% x upah.
d. Untuk bulan berikutnya dibayar 25% dari upah sebelum pemutusan hubungan dilakukan pengusaha.
Pasal 93 ayat (4) Menjelaskan bahwa upah yang dibayarkan kepada pekerja yang tidak masuk bekerja sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) huruf c diatur sebagai berikut :
a. Pekerja menikah, dibayar untuk selama 3 hari.
b. Menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 hari.
c. Mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 hari.
d. Membaptiskan anaknya dibayar untuk selama 2 hari.
e. Istri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 hari.
f. Suami/Istri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 hari.
g. Anggota keluarga dalam 1 rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 hari.
Pasal 93 ayat (5) Menjelaskan bahwa pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perundang-undangan atau perjanjian kerja bersama.


Pelaksanaan upah minimum pada pekerja di Kabupaten Kota di Propinsi Jawa Tengah yang meliputi 35 Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah. Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah tentang upah minimum tersebut tiap-tiap tahun akan dirubah/diganti dalam rangka :
a. Meningkatkan kesejahteraan pekerja.
b. Mendorong peningkatan produksi dan produktivitas kerja.


Pada tahun 2007 ini pelaksanaan upah minimum untuk pekerja di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur No.561.4/78/2006 tentang Upah Minimum pada 35 Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 dan diberlakukan tanggal 1 Januari 2007.


B.JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA (JAMSOSTEK)
B.1. SEJARAH
Undang-Undang yang mengatur jaminan sosial pertama kali di Indonesia adalah Undang-Undang No 33 Tahun 1947 tentang kecelakaan (dalam hubungan kerja).
Undang-Undang tersebut memberikan santunan/ganti rugi kepada pekerja yang mendapat kecelakaan dalam hubungan kerja.
Pembayaran ganti rugi tersebut didasarkan pada adanya resiko kemungkinan mendapat kecelakaan pada saat menjalankan pekerjaan. Resiko tersebut menjadi tanggung jawab pengusaha.
Dasar/azas ini disebut RESQUE PROFESIONAL. Ada 4 faktor sebagai syarat mendapat ganti rugi tersebut yakni :
a. Kecelakaan benar-benar terjadi.
b. Kecelakaan menimpa pekerja.
c. Kecelakaan terjadi di perusahaan yang diwajibkan membayar ganti rugi.
d. Kecelakaan terjadi dalam hubungan kerja.
Pelaksanaan Undang-Undang Kecelakaan No.33 Tahun 1947 diatur dalam Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK).
ASTEK ini mempunyai 3 macam program yakni :
a. Asuransi Kecelakaan Kerja (AKK).
b. Asuransi Kematian (AK).
c. Tabungan Hari Tua (THT).


Iuran Program ASTEK diatur sebagai berikut :
a. AKK : dibagi dalam 10 kelas, iurannya 2,4 ‰ – 36 ‰ x upah/ bulan, ditanggung perusahaan.
b. AK : 0,5% x upah/ bulan, ditanggung perusahaan.
c. THT iurannya dibagi 2 :
- 1,5% x upah / bulan ditanggung perusahaan.
- 1% x upah ditanggung pekerja.
Berhubung dengan iuran dalam program ASTEK itu kecil, sehingga santun yang diterima pekerja tidak seimbang denhgan macamnya peristiwa sosial yang dialami pekerja, maka Undang-Undang No.33 Tahun 1947 dan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977 tersebut dinyatakan tidak berlalu lagi sebelah diundangkan Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.


B.2. DASAR HUKUM :
- Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
- Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
- Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.


B.3. DEFINISI :
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) adalah :
Suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, mencapai hari tua dan meninggal dunia.


B.4. SYARAT KEPESERTAAN
a. Pengusaha yang mempekerjakan 10 orang atau lebih atau
b. Membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,- wajib mengikuti program Jamsostek.


B.5. PROGRAM JAMSOSTEK DAN IURANNYA
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha :
- Kelompok I : 0,24% x upah / bulan.
- Kelompok II : 0,54% x upah / bulan.
- Kelompok III : 0,89% x upah / bulan.
- Kelompok IV : 1,27% x upah / bulan.
- Kelompok V : 1,74% x upah / bulan.
Iuran tersebut ditanggung pengusaha/perusahaan.


2. Jaminan Kematian (JK) besarnya iuran 0,30% x upah/ bulan, ditanggung oleh perusahaan
3. Jaminan Hari Tua (JHT) besarnya iuran:
a. 3,7% x upah / bulan ditanggung perusahaan.
b. 2% x upah / bulan ditanggung oleh pekerja.
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, besarnya iuran :
a. 6% x upah / bulan untuk pekerja yang sudah berkeluarga.
b. 3% x upah / bulan untuk pekerja yang belum nikah.
Iuran ditanggung perusahaan.


B.6. KEWAJIBAN PENGUSAHA JIKA TERJADI KECELAKAAN KERJA
a. Wajib memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan bagi pekerja yang tertimpa kecelakaan.
b. Wajib melaporkan setiap kecelakaan kerja yang menimpa pekerja pada KANDISNAKERTRANS dan Badan Penyelenggara terdekat sebagai laporan kecelakaan kerja tahap I dalam waktu 2 x 24 jam sejak terjadi kecelakaan.
c. Wajib melaporkan akibat kecelakaan kerja kepada KANDISNAKER-TRANS dan Badan Penyelenggara terdekat sebagai laporan kecelakaan kerja tahap II dalam waktu 2 x 24 jam setelah ada surat keterangan dokter pemeriksa yang menyatakan bahwa pekerja tersebut :
- Sementara tidak mampu bekerja telah berakhir.
- Cacat sebagian untuk selama-lamanya.
- Cacat total untuk selama-lamanya baik fisik dan mental.
- Meninggal dunia.


B.7. BESARNYA JAMINAN KECELAKAAN KERJA
(Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2005 tentang perubahan keempat atas Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek).
I. SANTUNAN
1. Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) 4 bulan pertama sebesar 100% x upah/bulan, 4 bulan kedua sebesar 75% x upah/bulan, bulan seterusnya 50% x upah/bulan.
2. Santunan Cacat
a. Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya dibayarkan secara sekaligus, besarnya …. % sesuai label x 70 bulan upah.
b. Santunan cacat total untuk selama-lamanya dibayarkan secara sekaligus dan secara berkala besarnya adalah :
b.1 Santunan sekaligus sebesar 70% x 70 bulan upah.
b.2 Santunan berkala sebesar Rp. 200.000, selama 24 bulan.
c. Santunan cacat kekurangan fungsi dibayarkan secara sekaligus, besarnya santunan … % berkurangnya fungsi x … % sesuai label x 70% bulan upah.
3. Santunan Kematian dibayarkan secara sekaligus dan secara berkala yang diatur sebagai berikut :
a. Santunan sekaligus sebesar 60% x 70 bulan upah, sekurang-kurangnya sebesar santunan kematian yakni Rp. 6.000.000,-.
b. Santunan berkala sebesar Rp. 200.000,- selama 24 bulan.
c. Biaya pemakaman sebesar 1.500.000,-.


II. PENGOBATAN DAN PERAWATAN SESUAI DENGAN BIAYA YANG DIKELUARKAN


1.dokter
2.obat
3.operasi
4.rontgen, laboratorium
5.perawatan puskesmas, rumah sakit umum kelas I
6.gigi
7.mata
8.jasa tabib/ sinshe/ tradisional yang telah mendapat uji resmi dari instansi yang berwenang. Seluruh biaya yang dikeluarkan (II.1 – II.8) dibayarkan maksimal Rp. 8.000.000,-


III. Biaya rehabilitasi harga berupa penggantian pembelian alat bantu (orthese) dan atau alat pengganti (prothese) diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan patokan harga dari pusat rehabilitasi, Prof, dr. Suharso Surakarta ditambah 40% dari harga tersebut.


IV. Penyakit yang timbul karena hubungan kerja. Besarnya santunan dan biaya pengobatan / perawatan sama dengan I dan II.


V. Ongkos pengangkutan pekerja dari tempat kejadian kecelakaan kerja ke rumah sakit, penggantian biaya :
1. Bila menggunakan jasa angkutan darat sebesar Rp. 150.000,-.
2. Bila menggunakan jasa angkutan laut sebesar Rp. 300.000,-.
3. Bila menggunakan jasa angkutan udara sebesar Rp. 400.000,-.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar